Liputan6.com, Florida: Sosok Albert Einstein, fisikawan
terbesar abad ke-20, masih menyimpan pesona hingga kini. Dulu ketika ia
wafat tahun 1955 lalu, dalam usia 76 tahun, dokter yang mengautopsinya
Thomas Harvey sengaja menyimpan organ otaknya. Untuk mengetahui rahasia
di balik kejeniusan penemu teori relativitas itu.
Harvey mengiris-iris otak Einstein, menyelidikinya di bawah mikroskop.
Ia juga memotretnya, menghasilkan 14 foto dari berbagai sudut pandang.
Seperti dimuat LiveScience, dari hasil kerja Harvey, para
ilmuwan akhirnya bisa menguak keistimewaan organ utamanya itu. Otak
Einstein ternyata punya pola lipatan yang istimewa di beberapa titik,
yang membantu menjelaskan asal mula kejeniusannya.
Dalam foto yang dipublikasikan 16 November 2012 di jurnal Brain, mengungkap, ilmuwan brilian itu memiliki lipatan di wilayah abu-abu otaknya, tempat pikiran sadar (concious) berada. Secara khusus, lobus frontal (frontal lobes), wilayah yang berkaitan dengan pikiran abstrak dan perencanaan, tak biasanya memiliki lipatan rumit.
"Ini adalah bagian paling istimewa, canggih dalam otak manusia, kata
Dean Falk, penulis pendamping laporan, sekaligus antropolog dari Florida
State University, menyinggung soal wilayah abu-abu itu. "Dan milik
Einstein sangat luar biasa."
Lebih banyak koneksi
Tim ilmuwan juga menemukan, secara keseluruhan, otak Einstein punya lipatan yang jauh rumit di cerebral cortex,
materi abu-abu di permukaan otak yang bertanggung jawab atas pikiran
sadar. Atau dalam bahasa sederhana, makin tebal materi abu-abu, makin
tinggi IQ seseorang.
Falk mengatakan, banyak ilmuwan meyakini, makin banyak lipatan, makin
banyak area ekstra untuk proses mental, yang memungkinkan lebih banyak
koneksi antara sel otak.
Dengan makin banyaknya koneksi antara bagian yang saling berjauhan dari
otak, seseorang akan mampu membuat "lompatan mental" menggunakan sel-sel
otak yang jauh untuk menyelesaikan persoalan kognitif.
Sementara, prefrontal cortex, yang memainkan peranan kunci
dalam pikiran abstrak, membuat prediksi dan perencanaan, juga memiliki
pola lipatan rumit di otak Einstein.
Itulah yang mungkin membantu fisikawan itu mengembangkan teori
relativitas. "Dia memikirkan sejumlah eksperimen, ketika ia membayangkan
dirinya sendiri menaiki balok-balok cahaya," kata Falk. "Bagian prefrontal cortex-nya mungkin sangat aktif."
Tak hanya itu, bagian lobus oksipital (occipital lobes), yang bertanggung jawab pada pemrosesan visual, juga menunjukkan adalah lipatan ekstra.
Falk menambahkan, lobus parietal (parietal lobes) kiri dan kanan Einstein tidak simetris. Meski demikian, belum diketahui pengaruhnya atas kejeniusan ilmuwan itu.
Dari lahir atau karena proses?
Para ilmuwan juga belum bisa menebak apakah otak Einstein sudah istimewa
sejak lahir, atau akibat proses merenungkan sains, fisika, dan
matematika.
Falk meyakini, bisa jadi karena keduanya.
"Dua faktor sekaligus, alami sekaligus bagaimana dia memeliharanya,"
kata Falk. "Einstein terlahir dengan otak istimewa, dan pengalamannya
membuatnya mengembangkan potensinya."
Pendapat berbeda diungkap Sandra Witelson dari Michael G. De Groot
School of Medicine, McMasters University, yang pernah menyelidiki otak
Einstein. Menurut dia, kemampuan Einstein lebih bersifat alami ketimbang
hasil kerja keras.
Pada 1999 , hasil kerjanya menguak lobus parietal kanan Einstein punya
lipatan ekstra, yang dihasilkan oleh gen atau terbentuk saat ia masih
dalam kandungan.
"Bukan masalah lebih besar atau lebih kecil. Tapi pola otaknya sangat
berbeda," kata Witselson. "Anatomi otaknya unik, dibandingkan dengan
foto atau gambar otak manusia yang pernah direkam."
Sumber:http://news.liputan6.com/read/456492/terkuak-rahasia-otak-jenius-albert-einstein
Tidak ada komentar:
Posting Komentar